Friday, May 11, 2018

Fiksi - Musim Gugur







"Rey, wake up, buruan anterin aku balik, 
ga mau kan ketauan chek in kalau nunggu pagi.. Aku malas ngantor nih, kalau mama telfon, bilang aja lagi dinas luar kota dan ga bisa pulang dulu. yah..?" 

Aku berlalu meninggalkan pria yang semalam bersamaku di sebuah hotel mewah di bandung, kami menghabiskan waktu semalam suntuk berdua dengan beberapa botol red wine.

Bukan untuk bercumbu lalu melakukan hubungan suami istri, tidak, aku wanita yang punya komitmen untuk tidak memberikan keperawananku meski dalam kondisi apapun, sampai seorang pria mampu mengambil hati lalu meminang demi hubungan yg halal. Meski begitu menikah bukan prioritas utama dalam hidupku.

Jangan kau kira dia adalah pacar atau mungkin mantan suamiku. 
Dia hanya teman baik, dua tahun sudah aku mengenalnya.

Usiaku 35 tahun saat ini.
I'm single dan sangat happy dengan kehidupanku sekarang.
Aku benci terikat dengan siapapun.

Aku bertemu dengan Rey enam bulan setelah mengalami patah hati yang menyebalkan akibat gagal menikah. 
Dengannya ku pikir semua masalah menjadi mudah di jalani.

Dia seorang pria beristri yang  bermasalah dengan kehidupan rumah tangga yang katanya monoton dan membosankan.
Istri yang awalnya dia idamkan kini di matanya tak lebih dari seorang wanita tua yang sibuk dengan anak-anak hingga lupa merawat diri. 

Aku paham walau tidak di jelaskan.
Begitu rumitkah pernikahan?
Sesibuk itukah seorang istri setelah menikah? 
Setega itukah perkataan seorang suami terhadap istri yang telah dia ambil dari orangtuanya dalam keadaan cantik jelita lalu setelah kusut sedikit saja mulai mengeluh?
Ah... untung Aku belum menikah.

Aku bukan selingkuhannya Rey, kami hanya dua orang yang berbagi keresahan masing-masing. Dan itu hanya sebatas teman akrab.

Aku yang menginginkan kebebasan dunia merasa cocok berteman dengan Rey yang juga terlihat frustasi dengan pernikahannya. Berusaha selalu ada saat di butuhkan.

Jangan bilang Aku penggoda suami orang seperti yang sedang hits sekarang. Walau kadang banyak yang menilaiku begitu. Aku tak sebodoh itu. 
Aku hanya nyaman di dekat Rey. 
Dia temanku, begitupun sebaliknya. 
Aku menghargai pernikahan mereka 
dan tak ada niat sedikitpun untuk merusak rumah tangganya. 

Sore itu Rey kembali curhat kepadaku masalah rumah tangganya.

"Amel semalam nangis lagi, Aku minta cerai." ucapnya.

Aku yang dari tadi sibuk menatap layar ponsel mengalihkan pandanganku ke Rey menatapnya penuh tanya.
Mendengar Rey berkata begitu hatiku tiba-tiba sesak.

"Oh jadi mentang-mentang udah di jajahin semua dari ujung kuku kaki sebelah kanan kirinya sampai ke atas ubun-ubun, trus sekarang jadi enek gitu aja.  Oke lah naluri laki-laki itu wanna something new kan ya, tapi denger ya.. Anjing liar aja bakalan lebih menggiurkan dari wanita manapun di seluruh dunia kalau kamu udah cobain semuanya.
Nikah itu ibadah Rey, tidak cinta lagi itu alasan klasik. Fisik bukan hal utama kan.
Dari awal harusnya kamu pikirin ini matang-matang jangan seenaknya ngomong pisah" kataku sok tau.

"Ceramahin nih, jangan-jangan kamu janda yang sembuyiin identitas ya, tau banget masalah pernikahan ginian.
coba deh nikah biar tau rasanya berada dalam komitmen yang luar biasa monoton dan kamu akan tau beban berat di dalamnya"jawabnya.

"lalu? kenapa dulu pilih menikah? kalau cara berpikirmu gini, mau menikah dengan ribuan perawan pun juga tetap akhirnya ngalamin kebosanan Rey..."ucapku.

"Udah ah, temenin gua ke bogor yuk, lagi off day kan?" Tepis Rey.

Ada saatnya Aku merasa bahwa Rey menjauh dari istrinya karna sedang dekat denganku. Tapi itu ga mungkin.

Kali ini, Aku bersama Rey di sebuah villa milik saudaranya di bogor.
Kami bermalam disana, bukan berdua tapi juga ada saudara wanitanya namun berbeda ibu dengan Rey.
Dia bersama dengan suaminya yang lumayan tampan menurutku. 
Sangat jauh dengan istrinya yang berkulit coklat dan wajah yang biasa saja tapi punya senyuman yang cukup teduh di pandang mata.

Aku berbisik pada Rey.

"istrimu lebih cantik dari mbak Dista, tapi suaminya fine dengan keadaan dia, bisa mesra gitu yah, ga seperti kamu.. ga pernah mau bersyukur punya istri cantik..." singgungku.

"Mbak Dista itu suaminya mandul, dan hanya dia wanita yang mau bertahan dengan keadaan suami yang begitu, wajar kan suaminya jadi sayang begitu. Kalau Aku boleh jujur nih, ogah aku kayak Mbak Dista." tepisnya sinis.

"Terus, kenapa istri sama anak sendiri mau di tinggal? udah enak dong punya istri subur begitu." tanyaku.

"Udah... jangan bawel, mau kopi ga?"Jawab Rey.

Aku meraih secangkir cappucino hangat di tangan Rey. Kemudian duduk berdua dengannya di teras belakang villa. 
Di pikiranku saat itu adalah adakah istrinya di pikiran Rey, kenapa tak ada beban sedikitpun di wajahnya. Dia sedang bersama wanita lain disini. Aku tau hubungan ini tak ada yang special tapi tetap saja rasa tidak enakku terhadap Amel muncul. Aku selalu merasa Aku lah penyebab renggangnya hubungan mereka.

Tiba-tiba Rey menggenggam tanganku dengan tatapan yang tak biasa. 
Lama sekali dia menatapku seperti itu.
Aku tak pernah segugup ini saat bersamanya, ada yang aneh dengannya kali ini.

"Eh, Aku ke kamar bentar ya, telfon mama dulu, kabarin..." ucapku.

Ku alihkan adegan menyebalkan tadi, berjalan tergesa gesa menuju ke kamarku, baru saja pintu kamar ingin ku tutup, Rey mencegahnya menarik tanganku keluar kamar lalu menuju halaman depan villa.

"Ikut Aku sebentar." pinta Rey.

Disana aku melihat ada Amel istrinya Rey baru saja tiba ke villa, bersama kedua buah hatinya, Sarah dan Dino. Anak berusia 2 dan 3 tahun yang sudah tak asing bagiku karna sering ku ajak jalan juga. Aku juga kenal baik dengan Amel. 

"Aku mau menikah dengan Liana..."ucap Rey tiba-tiba.

Aku kaget luar biasa, Apa yang baru saja Rey katakan. Ku lihat Amel yang hanya bisa tersenyum mendengar ucapan suaminya berjalan pelan ke arah Rey.

"Kalau itu alasanmu memintaku untuk kesini? Aku paham dan tak bisa lagi mencegahmu kembali, sudah sangat lelah hidup tanpa cinta bertahun-tahun dengan suami yang seperti orang asing dalam rumah sendiri... bahagialah." jawab amel dengan mata yang 
berkaca- kaca.

Lalu kembali berucap.

"Oh ya, kau tak perlu khawatir soal Sarah dan Nino, mereka akan ku titipkan selamanya ke Mbak Dista agar tak mengganggu kehidupan barumu, berkunjunglah sesekali untuk melihat mereka dan jangan lupakan darah dagingmu. Minggu depan Aku akan pindah keluar negri ikut ayahku." 

Amel kemudian berlalu meninggalkan kedua buah hatinya yang tak paham apa yang di bicarakan.

Aku pun berlalu menuju kamarku dengan wajah yang sedikit berurai airmata. 
Aku benci Rey saat itu. 
Bagaimana mungkin dia dengan mudahnya membuat luka di hati istri yang dulu dia nikahi atas dasar cinta. 
Aku seperti sedang di posisi Amel saat ini, sakit luar biasa.

Malamnya Aku pulang ke bandung tanpa sepengetahuan siapapun.

Esok pagi dengan keadaan kalut Aku memohon pada atasanku agar di pindah tugaskan di luar daerah yang agak jauh dari tempatku saat ini, dan dengan syarat jabatanku turun satu tingkat akhirnya atasanku memberi ijin. 

Pagi itu juga aku berangkat menuju kota yang baru, Aku sengaja menjauh agar Rey tak lagi mendekatiku.
Dia pria bodoh yang egois dan serakah. Aku tak butuh pria sepertinya. 
Mengapa harus bercerai?

Berkali kali dia menghubungiku, 
minta agar aku mau menikah dengannya tapi tetap saja tak pernah aku pedulikan. Meski Rey menjelaskan bukan aku penyebab dia ingin pisah dengan Amel, apa yang dia jelaskan tak pernah mau aku dengarkan lagi.

Hubungan kami pun berakhir. 
Aku benar-benar pergi dari kehidupan Rey setelah itu.

~~~


Beberapa tahun kemudian. 
Kehidupanku mulai berubah.
Aku tak lagi sebebas dulu saat bersama Rey. Selain bekerja di perusahaan lama, Aku juga mengelola sebuah toko kue milikku sendiri. 

Hari demi hari berlalu sulit rasanya menepis rasa penasaran memikirkan bagaimana kehidupan Rey sekarang.
Wanita mana yang bersamanya saat ini, atau jangan-jangan dia kembali bersama Amel lagi. 

Aku mengambil cuti selama lima hari demi pulang ke bandung, bukan untuk bertemu Rey karna penasaran dengannya, hal itu aku iyakan sedikit, tapi 90% karna aku rindu Ibuku. 

Setibaku di bandung, belum hilang lelahku Ibu langsung menyambutku dengan kalimat sindiran.

"Liana... Kau tau tidak apa yang ibu ibu sini bicarakan, kau di bilang perawan tua, Ibu bilang saja kamu tahun ini menikah, mimik mereka langsung berubah ga nyangka" ucap Ibuku setengah tertawa.

"kenapa Ibu ga jawab aja sekalian, bilang besok aku akan menikah..." ucapku.

Ibu hanya diam sambil berlalu tanpa pelukan selamat datang kepadaku. 
Ah sudahlah, ibuku mungkin marah karna terlalu lelah memikirkan kapan kepastian Aku benar-benar menikah.

Info dari Ibuku, ternyata Rey sudah menikah lagi dengan perempuan muda yang baru lulus kuliah. Kurasa itu sepadan dengan yang dia inginkan. Makin benci rasanya. Tapi Aku sedikit cemburu.

Bagaimana dengan rinduku?
tapi tak apa, Aku akan baik-baik saja,
ini pilihanku. Aku hanya rindu tak ada perasaan ingin bersamanya lagi.

Siang itu Aku mengajak ibuku 
untuk jalan-jalan ke pusat perbelanjaan memilih semua yang Ibu sukai.
Namun beliau  rupanya masih marah padaku. Ya sudahlah ku biarkan dulu Ibuku dengan amarahnya. 

Menikah besok juga mustahil kan bu, bersabarlah sebentar lagi, mungkin tahun depan bisa, semoga doamu menjadi kenyataan. Harapku.

~

Tiba di jalan sudirman 10, 
Aku menghentikan laju mobilku lalu menatap lama sebuah pohon lebat di sebuah taman kecil di ujung sana. Pernah ada kenangan disana, duduk bersandar di bawah pohon bersama Rey yang sibuk membacakanku sebuah novel kuno berbahasa spanyol, aku hanya tertawa mendengar cara dia membaca dengan nada dan lidah yang belepotan. 
Rasanya ingin mengulang masa itu. 
Aku rindu suara itu.

Dan sekarang musim gugur tiba,
Daun-daun yang berjatuhan itu seolah mewakili perasaanku.
Bergantian menikmati terik di tanah yang gersang menunggu hujan yang belum musimnya.

Aku rindu kamu Rey...
Harusnya hari itu aku iyakan lamaranmu.
tapi untuk apa rindu ini?
Ada rasa sesal karna menolak seseorang yang diam-diam di inginkan oleh hati. 
Biar saja ini jadi kenangan dan kamu sudah ku maafkan.

Aku menunduk mengambil botol minuman yang ku beli tadi. 
Ingatan masalalu membuatku haus.

Belum sempat ku teguk minumanku
Saat kubuka pintu mobil
tiba-tiba dari arah belakang sebuah mini bus muncul dengan kecepatan tinggi menghantam keras mobilku.

Aku terpelanting keluar jauh tepat di dekat pohon kenangan tadi.
Darah segar mengucur deras di kepalaku, aku merasa pusing dengan keadaan sekitar yang terlihat buram kemudian samar bersamaan dengan rasa sakit yang luar biasa, nafasku sesak Aku tak bisa bernapas, Aku terbayang wajah Ibu.
Lalu semuanya pun gelap.

Hari ini rupanya adalah hari kematianku.
Aku pergi dengan keinginan Ibu yang tak sempat ku wujudkan.

Maafkan Aku Ibu...


***

-Liliana.



Love kids

6 komentar

niaaa.... nikah enak ndak?? coba jelaskan!

:D

hahaha.. ini oot sm tulisan saya lho ya,

50:50 antara enak ga enak, cobain sendiri lah mas.. :p

Iya nih, OOT sm tulisannya, tapi keknya enak lho ya... #eh

nah, mas adi saja blang enak.. buruan di coba lgs mas juni,
undangannya ditunggu lho ya..

Ih serem y
Sadar sama kematiannya eh masih sempet bikin cerita
Ihhh

mas nikki mau bantu lanjutin ga? siapa tau nyusul liana, #eh bcanda ya..

Hei,, terima kasih atas kunjungannya
jangan lupa berkomentar biar bisa jalan-jalan juga ke blog kamu..
:)
EmoticonEmoticon